Breaking News
Belum ada Nanti aja di isi ...
Friday 18 April 2014

Kenali Gejala Alergi pada anak

Orang tua sering tidak sadar bahwa bayinya sudah terserang alergi. Gejala yang mirip pilek, seperti hidung meler, ruam pada kulit, sakit perut atau anak yang rewel bisa jadi sebuah pertanda adanya alergi. Banyak orang tua menganggap hal ini biasa terjadi akibat pilek, sakit perut biasa, atau sekadar rewel, terutama bila gejala ini hanya muncul sebentar-sebentar, datang dan pergi.

Ketika bayi memiliki reaksi alergi, ini adalah hasil dari respons sistem kekebalan tubuh yang berlebihan. Sistem kekebalan diprogram untuk menangkal penyakit, tapi terkadang ia bereaksi terhadap substansi yang tidak berbahaya, misalnya debu yang dianggap sebagai serangan parasit, virus, atau bakteri. Untuk melawannya, sistem imun memproduksi secara berlebih protein pelindung yang disebut antibodi. Produksi yang berlebihan ini menyebabkan pembengkakan dan terlukanya jaringan, misalnya hidung tersumbat. Reaksi alergi si kecil bisa berulang kembali saat anak terpapar alergen, sesuatu yang memicu reaksi kekebalan tubuhnya.

Menurut Dr. Widodo Judarwanto, SpA, dari Allergy Behaviour Clinic, alergi dipengaruhi oleh tiga hal, yakni faktor genetik, ketidakmatangan saluran cerna, dan paparan yang menyebabkan alergi itu terjadi. Seseorang yang memiliki bakat alergi, akan terus menderita alergi sampai ia dewasa. Meski demikian manifestasi alergi saat dewasa dengan saat masih anak-anak akan berbeda.

Sayangnya, banyak orang tua tidak menyadari bahwa tanda-tanda alergi sudah bisa dikenali sejak dini. Alih-alih menemukan apa pemicu alergi, orang tua lebih suka mengobati anak dengan salep atau obat untuk menghilangkan efek alergi. Dalam jangka panjang, ketergantungan pada obat ini bisa menyebabkan pengeroposan tulang dan memberatkan kerja ginjal. Sebaiknya Anda menghindari alergi dengan mengenali apa saja pemicu alergi anak.

Dalam dunia kedokteran, tes alergi yang sudah dikenal adalah double blind placebo control food challenge (DBFCFC). Namun keakuratan tes ini terbilang rendah, selain prosesnya yang rumit dan lama. Solusinya, Anda bisa melakukan tes eliminasi provokasi makanan di rumah sakit tertentu. Tes ini bisa dilakukan jika si kecil sudah mengenal makanan padat dan kemungkinan pencernaannya sudah matang.

Beberapa Kasus Alergi

Mungkin Anda menganggap alergi itu sebatas gangguan pernapasan seperti asma dan gatal-gatal pada kulit.
Parents memberikan kemungkinannya untuk Anda.

Gangguan Pernapasan

Gejala yang terlihat begitu mirip antara pilek dan alergi membuat Anda susah membedakannya. Simak tanda-tanda berikut ini:

Gangguan pernapasan atas: hidung berair, suara menjadi bindeng dan kepala sedikit pusing kemungkinan besar disebabkan pilek. Gejala ini akan hilang dalam seminggu atau lebih. Tapi, gangguan hidung berair disertai cairan ingus encer yang tidak berhenti bisa mengindikasikan alergi.
Satu reaksi alergi yang patut Anda waspadai meski jarang terjadi adalah anaphylaxis yang bisa menghambat bayi bernapas atau menelan. “Anaphylaxis adalah reaksi tipe cepat pada alergi yang bisa mengganggu pembuluh darah dan saluran napas secara cepat dan bisa mengancam jiwa. Gejala yang terlihat adalah napas menjadi sesak dan tensi turun dengan cepat,” ujar Dr. Widodo.

Gangguan pernapasan bawah: batuk dan napas yang berbunyi seperti siulan, dikenal dengan mengi, adalah hal yang biasa terjadi pada bayi dan batita. Sebabnya, bayi memiliki saluran udara yang kecil dan sensitif di paru-parunya. Dr. Widodo menganalogikannya dengan kebiasaan orang dewasa yang sering berdehem untuk membersihkan lendir dari kerongkongan. Gejala ini tidak berbahaya. Meskipun begitu, jika anak mengalami mengi lagi, kemungkinan ia memiliki bakat asma.
Mengi bisa jadi berbahaya jika mulai mengganggu pernapasan. Perhatikan, apakah ia lebih berat menghirup atau melepas napasnya, apakah dadanya sesak atau perutnya menjadi sakit saat ia bernapas atau lubang hidungnya kembang kempis. Jika Anda melihat gejala ini, segera hubungi dokter.

Mata

Conjunctivitis atau mata merah, adalah kondisi yang bisa disebabkan oleh dua hal yaitu alergi dan virus. Gejalanya adalah mata memerah, sulit untuk melihat dan menjadi sulit dibuka pada pagi hari. Alergi conjuctivitis tidak terlihat berbeda dari mata merah yang disebabkan oleh virus, jadi dokter anak Anda perlu untuk mendiagnosanya lebih lanjut. “Jika merahnya hanya timbul sebentar, dan kemudian hilang dalam kurang dari sejam, kemungkinan itu hanya iritasi biasa akibat debu,” jelas Dr. Widodo.
Ada beberapa hal yang bisa mengindikasikan alergi yang menyebabkan mata merah. Bayi yang punya alergi mungkin sering mengucek mata mereka (mata yang alergi cenderung terasa gatal, mata berair berlebihan), keluar banyak air mata, terdapat lingkaran hitam di bawah mata, dan terasa tidak nyaman.

Kulit

Bayi yang baru lahir kadang mengalami ruam, tapi kebanyakan ruam akan hilang saat usia 2 sampai 3 bulan. Setelah itu Anda bisa mengamati apakah ia memiliki alergi ruam. Alergi ruam yang paling sering terjadi adalah atopic dermatitis, atau eksim. Bagi kebanyakan bayi, ini adalah tanda awal bahwa ia memiliki bakat alergi. Eksim memiliki tanda merah, bersisik, dan terkadang terdapat ruam halus pada pipi, perut, lengan, dan kaki bayi. Pada batita dan anak yang lebih tua, tanda ini muncul dengan kulit yang kering dan gatal, di leher, pergelangan tangan, dan pergelangan kaki, dan di lipatan siku dan lutut.

Perut

Virus bisa menyebabkan muntah, diare, perut sakit, dan kembung. Tapi gejala ini juga bisa muncul akibat alergi. Saluran cerna adalah target awal dan utama proses terjadinya alergi makanan. Ketidakmatangan saluran cerna menyebabkan alergi paling sering ditemukan pada anak usia di bawah 2 tahun dan semakin berkurang pada usia 5 atau 7 tahun. Efek yang sering muncul dari alergi di saluran cerna adalah nyeri perut atau kolik pada bayi dan anak. Anak menjadi sering rewel di malam hari disertai tangisan yang sangat keras. Menurut Dr. Widodo pada usia 2-7 tahun, keluhan nyeri perut bisa terungkap karena anak sudah bisa bicara.

Perilaku

Anak yang memiliki alergi biasanya cenderung sensitif. “Sembilan puluh persen dari penelitian yang saya lakukan menyatakan bahwa alergi mengganggu perkembangan fungsi otak. Jika pencernaan terganggu, efeknya adalah emosi yang tinggi, tidak bisa diam, konsentrasi terganggu, dan sulit tidur. Anak alergi biasany keras kepala dan emosinya pasti tinggi,” papar Dr. Widodo. Pada si kecil, kemungkinan yang terjadi adalah gangguan bicara seperti cadel, gagap, atau terlambat bicara. Ia juga menjadi rewel dan tidak nyaman.


TIP MENCEGAH ALERGI
 
Meskipun belum ditemukan cara super akurat untuk mengetahui penyebab alergi,  Anda bisa menghindari alergi dengan cara mencatat gejala yang muncul dan waktunya. Mungkin binatang, bahan pakaian tertentu, atau makanan berpotensi memunculkan alergi.

Minimalkan alergi si kecil dengan:

  • Menutupi alas tidur dan bantal dengan penutup anti debu halus.
  • Mengganti detergen dan kosmetik bayi dengan yang memiliki kandungan hypoallergenic.
  • Larangan merokok di dalam rumah.
  • Membersihkan rumah dari debu secara berkala. Debu bisa terdapat di baju yang tersimpan lama di lemari, karpet lama, atau tumpukan buku.
  • Tidak menggunakan karpet (terutama di kamar bayi).
  • Tidak memiliki binatang peliharaan di rumah.
  • Berikan ASI minimal selama 6 bulan. Anda bisa memperoleh manfaat ASI lebih banyak dengan menghindari makanan-makanan seperti susu, telur, ikan, dan kacang.
 
Sumber
Jika Informasi kurang Jelas, Silahkan Klik 'Sumber' untuk menuju ke sumber artikel

0 comments:

Post a Comment

 
Toggle Footer